Pergi dan Mati
Seonggok awan kelabu dan hamparan langit biru
Gemuruh rintik hujan yang begitu dirindu
Sebait puisi lamamu yang terdengar syahdu
Meski kita tak akan lagi bisa bertemu
Ada sejumput kata yang tak sempat terucap
Karena mulutku waktu itu terkunci rapat
Ada ribuan perangko surat yang tak pernah ku
lipat
Karena aku tau, aku pasti tak akan kuat
Tiba-tiba, ada secuil harapan yang sempat
terlihat
Lalu aku berdiri dan berdo’a agar kau kembali sehat
Namun, batang Mahoni yang sebelumnya sudah ku pahat
Ternyata harus roboh dan tumbang di tempat
Setidaknya, Tuhan tak sekalipun pernah
terlelap
Karena aku tau, Dia pasti melihat bahkan di
kala gelap
Bahwa darahmu kini tidak lagi memerah
Dan kulit sehatmu juga telah berubah
Bukan karna kepasrahan hati hingga akhirnya
kau pergi
Bukan pula karena rasa putus asa hingga
sekarang kau tiada
Hanya saja Tuhan punya rencana yang berbeda
Di luar dugaanku dan pikiran mereka
Teruntuk kebaikanmu dan kebahagiaan kita
Aku tau, kanker jahat itu tidak pernah membunuhmu
Dan aku tidak akan menuduhnya
Aku mengerti, darah putih itu tak berniat menyakitimu
Dan aku juga tak ingin menghakiminya
Tapi, mengapa harus kita yang justru berpisah?
Padahal ada jutaan orang yang berdosa dan bersalah
Mengapa harus kamu yang terus saja mengalah?
Padahal aku tau, kamu bahkan sudah terlalu
lelah
Awan kelabu yang berkabut rindu
Rintik hujan yang tangisi langit biru
Dan sebaris puisi yang tak pernah berhenti
Walaupun kau pergi dan aku akhirnya mati
Komentar
Posting Komentar