Problem Solving Assessment
Essai Topik 9 (Pertemuan 11):
(Fauzia Dwi Sasmita_210321868017)
Kemampuan pemecahan masalah adalah salah satu komponen
yang ada dalam disiplin ilmiah termasuk fisika, karena berhubungan dengan
fenomena atau permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. Pemecahan masalah adalah
bagian dari kecakapan berpikir yang diintegrasikan kedalam kurikulum dengan
tujuan mengembangkan potensi siswa dalam menghadapi perannya di masa mendatang.
Usaha dalam proses memecahkan masalah dengan memusatkan perhatian serta
berpikir positif, kreatif yang dilakukan secara sistematik. Secara singkat
pemecahan masalah diungkapkan sebagai kemampuan seseorang untuk mengatasi suatu
masalah (Ince, 2018). Seseorang dapat dikatakan telah memecahkan masalah jika sudah
mengesampingkan kesenjangan masalah yang ada tanpa menimbulkan masalah baru (Maulani et al., 2020).
Penilaian
dalam pendidikan harus dilakukan untuk mengukur kemampuan kognitif siswa, dan
diharapkan dapat meningkatkan keberhasilan proses pembelajaran. Dengan
demikian, serangkaian tes instrumen penilaian harus dikembangkan. Tes adalah
alat ukur yang direncanakan yang digunakan oleh pendidik untuk memberikan
kesempatan kepada peserta didik untuk menunjukkan prestasinya dan itu terkait
dengan tujuan yang telah ditentukan (Nadapdap
& Istiyono, 2017).
Asesmen atau penilaian merupakan kegiatan yang tidak
dapat dipisahkan dengan sebuah pembelajaran. Melalui kegiatan asesmen
dikumpulkan informasi tentang proses, produk, maupun sikap terhadap sebuah
pembelajaran. Informasi yang dikumpulkan selanjutnya digunakan untuk membuat
keputusan baik tentang individu maupun kelompok yang terlibat dalam proses
pembelajaran. Secara lebih komprehensif, asesmen didefinisikan sebagai suatu
proses atau kegiatan yang sistematis dan berkesinambungan untuk mengumpulkan
informasi tentang proses dan hasil belajar peserta didik dalam rangka membuat
keputusan-keputusan berdasarkan kriteria dari pertimbangan tertentu. Berdasarkan uraian tersebut tersebut, maka makalah ini akan
berfokus pada pembahasan mengenai assessmen problem solving.
Berdasarkan
latar belakang yang dipaparkan, maka rumusan masalah yang diajukan pada makalah
ini ialah:
1. Apa
yang dimaksud dengan assessmen problem solving?
2. Bagaimana
contoh assessmen problem solving?
Adapun tujuan dari
penulisan makalah ini ialah:
1. Mengetahui
konsep dari assessmen problem solving.
2. Mengetahui
contoh assessmen problem solving.
PEMBAHASAN
2.1
Problem
Solving Assessment
Lebih dari 40 tahun, peneliti pendidikan telah mengembangkan
banyak instrumen yang berguna untuk: penilaian, meskipun, penilaian yang
diterbitkan telah sedikit terfokus pada keterampilan pemecahan masalah. Namun,
para peneliti telah berusaha untuk mengembangkan banyak instrumen melalui
mewakili berbagai konsep evaluasi berdasarkan langkah-langkah kunci pemecahan
masalah. Misalnya, Heppner dan Peterson (1978) berfokus pada penilaian
keterampilan pemecahan masalah dengan menggunakan instrumen tipe Likert. Instrumen tersebut dikembangkan berdasarkan
lima langkah utama pemecahan masalah yang terdiri dari orientasi, definisi masalah, generasi alternatif, pengambilan
keputusan, dan evaluasi. Docktor dan Heller (2009) mengembangkan rubrik
untuk menilai prosedur pemecahan masalah dan alasan melalui tulisan. Penekanan
rubrik adalah pada pengorganisasian informasi masalah ke dalam deskripsi yang
berguna, memilih prinsip yang tepat, menerapkan pengetahuan untuk spesifik kondisi
dalam masalah, menggunakan prosedur yang tepat (terutama matematika), dan
secara keseluruhan komunikasi dari pola penalaran yang terorganisir. Chang
(2010) mengembangkan tes kemampuan pemecahan masalah (PSAT) menggunakan soal
esai terbuka berbasis pemecahan masalah secara kreatif dengan model Osborn PSAT
menentukan tingkat kemampuan siswa pemecahan masalah dalam berbagai tahap:
pencarian fakta, pencarian masalah, pencarian ide, dan pencarian solusi. Siswa
diminta untuk membentuk strategi pemecahan masalah mereka sendiri dengan menggunakan
informasi dalam pertanyaan dan mencapai solusi dari multi solusi yang diberikan
untuk menyelesaikan masalah. Kruatong (2011) mengembangkan instrumen diagnostik
untuk mengevaluasi pemecahan masalah siswa dengan menggunakan angket. Dia fokus
pada tingkat kemampuan siswa dalam memecahkan masalah termasuk memahami
masalah, mengidentifikasi informasi yang tepat dan konsepsi, mengurutkan
pemecahan masalah, membangun solusi, dan mengevaluasi menjawab.
Demikian pula, Purnakanishtha, Suwannatthachote, dan Nilsook
(2014) mengembangkan tes keterampilan pemecahan masalah menggunakan beberapa
pertanyaan, tugas, dan situasi yang telah ditentukan sebelumnya. Ujian mengevaluasi
kinerja pemecahan masalah siswa yang terdiri dari mengidentifikasi masalah, mengidentifikasi
dan menganalisis penyebab masalah, mengusulkan metode pemecahan masalah, dan memeriksa
hasil pemecahan masalah.
Dalam mengembangkan pendekatan pemecahan masalah yang baik,
terutama dalam ranah pendidikan, maka masalah yang diangkat hendaknya dapat
diklarifikasi dan didentifikasi. Adapun menurut (Deno,
2005), hal tersebut
dilakukau dengan mendeskripsikan tingkat perkembangan peserta didik secara
objektif dan menentukan level perkembangan yang diinginkan.
Langkah-langkah dasar yang umum untuk sebagian besar model
pemecahan masalah diidentifikasi dalam lima langkah model pemecahan masalah
IDEAL dijelaskan oleh Bransford dan Stein (1984) dalam Deno (2015):
(1) Mengidentifikasi
masalah yang akan dipecahkan
(2) Mendefinisikan masalah,
(3) Mengeksplorasi solusi alternatif,
(4) Menerapkan solusi yang dipilih, dan
(5) Mencari efek.
Gambar 1. Framework for Educational Problem Solving
Untuk
mendukung siswa dalam mengembangkan kecakapan atau keterampilan, pada awalnya
guru perlu mengetahui apa yang dapat dicapai siswa dan bagaimana menilainya
selama dan setelah pembelajaran telah terjadi. Namun,
metode yang mungkin
untuk menilai pemecahan masalah memerlukan mengetahui baik prosedur dan produk
yang didemonstrasikan oleh siswa yang tidak hanya mencerminkan bagaimana mereka
menerapkan konsepsi ilmiah untuk memecahkan masalah dunia nyata, tetapi juga
penjelasan ilmiahnya, dengan alasan yang masuk akal untuk solusinya. Strategi
tersebut didasarkan pada langkah-langkah yang diusulkan oleh Polya, dalam (Hernández-Suarez
et al., 2022) yakni:
a.
membaca secara komprehensif (membaca dalam hati dan penuh
perhatian),
b.
mewakili masalah dengan menempatkan data, baik melalui
diagram, gambar atau hanya daftar,
c.
mengidentifikasi proses yang terjadi (memikirkan tentang
jenis masalah fisika apa yang terkait dengannya),
d.
merencanakan solusi dengan memilih hukum yang mengatur proses
(mengajukan persamaan melalui hukum, satu persamaan per tidak diketahui),
e.
merumuskan antisipasi solusi, bahkan jika itu kualitatif dari
apa yang akan terjadi,
f.
selesaikan persamaan secara matematis,
g.
analisis solusi secara logis untuk mendeteksi kemungkinan
kesalahan dalam penerapan pengetahuan fisika dalam perencanaan atau
inkonsistensi
h.
mengungkapkan solusi final dengan jelas menunjukkan unit yang
sesuai dengan menulis kalimat yang menyertakan solusi.
2.2 Contoh Assessmen Problem Solving
Hernández-Suarez et al (2022) menyatakab bahwa bagi siswa untuk
mengidentifikasi kesulitan mereka ketika memecahkan masalah dan bagi guru untuk
memahaminya strategi yang mereka terapkan, dapat digunakan instrument seperti
berikut:
Chusinkunawut dkk (2018) mengemukakan bahwa inti dari prinsip-prinsip
model penilaian untuk pengembangan penilaian PSA (Problem Solving Ability),
yakni sebagai berikut:
1) Penggunaan situasi untuk memberikan masalah,
tugas, dan informasi dalam pertanyaan;
2) Masalah harus memiliki banyak solusi dari mana
siswa dapat memilih yang sesuai prinsip dan menerapkan pengetahuan untuk
menciptakan solusi mereka; dan
3) Penilaian harus menekankan langkah-langkah kunci
pemecahan masalah
Terkait dengan PSA (Problem Solving Ability), (Chusinkunawut et
al., 2018) juga mengemukakan bahwa tes PSA memutat empat
pertanyaan terbuka sebagai ekspresi ide dua langkah (integrasi antara alasan
menggambar dan menulis yang mendukung sketsa desain). Tiga pertanyaan berfokus
pada menciptakan solusi desain dan memberikan alasan yang mendukung solusi
desain yang berkaitan dengan konsep sains. Pertanyaan lain berfokus pada
pembenaran alternative merancang solusi dan memberikan penjelasan dengan alasan
yang masuk akal secara ilmiah
Skor rubrik PSA meliputi tiga komponen. Pertama, kriteria untuk mengklasifikasikan
solusi desain adalah:
1) tidak ada respons (NR) atau tidak ada pemahaman
(NU) atau masalah tidak terpecahkan (USP),
2)
masalah terpecahkan sebagian (PSP), dan
3)
masalah terpecahkan (SP).
Kedua, kriteria untuk mengklasifikasikan penalaran ilmiah
yang mendukung solusi desainnya adalah:
1)
tidak ada tanggapan (NR) atau tidak ada pemahaman (NU),
2)
kesalahpahaman khusus (SM),
3)
penggambaran khusus (SD),
4)
pemahaman parsial (PU), dan
5)
pemahaman suara (SU).
Ketiga, skor rubrik memiliki enam level (enam adalah skor
tertinggi dan nol adalah terendah).
Untuk memanfaatkan instrument PSA dengan lebih baik
dan mendukung keterampilan pemecahan masalah siswa menjadi lebih baik di dunia
nyata, guru harus fokus pada perancah siswa untuk menghubungkan pengetahuan
sains situasi kehidupan nyata dan menjelaskan ide-ide mereka, proses pemecahan
masalah, dan penalaran dalam kata-kata sendiri. Kurikulum sains sekolah harus
dibangun di sekitar konteks kehidupan nyata yang relevan dengan hidup para
siswa. Praktik mengajar harus memberikan pengalaman siswa dalam pemecahan
masalah dunia nyata yang praktis dan menggunakan berbagai alat
komunikasi/strategi pengajaran seperti:
a.
menggambar/membuat
sketsa, menulis, dan berbicara yang merupakan potensi kuat untuk membantu siswa
b.
mengkomunikasikan
ide-ide mereka dan mempelajari konten sains.
Kesimpulannya, tes PSA berbasis desain merupakan
instrumen untuk menilai kemampuan pemecahan masalah siswa yang berkaitan dengan
penerapan dan pemahaman ilmu pengetahuan dalam berbagai konsepsi dan mengekspos
model mental siswa. Skor rubrik PSA berdasarkan desain juga memfasilitasi
penilaian PSA yang andal. Instrumen ini memberikan guru sumber daya untuk
menilai siswa baik di awal pengajaran sains maupun di akhir. Empat pertanyaan
terbuka di tes PSA dapat digunakan untuk menghasilkan diskusi di kelas tentang
belajar mengajar, misalnya energi. Guru dapat menerapkan atau meningkatkan
empat situasi masalah energi sehari-hari dengan tepat sesuai dengan konteks
yang sebenarnya di dalam kelas.
BAB
III
PENUTUP
Berdasarkan pembahasan
yang telah diuraikan, dapat disimpulkan sebagai berikut.
1.
Langkah-langkah dasar yang umum untuk sebagian besar model
pemecahan masalah diidentifikasi dalam lima langkah model pemecahan masalah
IDEAL dijelaskan oleh Bransford dan Stein (1984) dalam Deno (2015):
a.
Mengidentifikasi masalah yang akan dipecahkan
b.
Mendefinisikan masalah,
c.
Mengeksplorasi solusi alternatif,
d.
Menerapkan solusi yang dipilih, dan
e.
Mencari efek.
2.
Inti dari prinsip-prinsip
model penilaian untuk pengembangan penilaian PSA (Problem Solving Ability),
yakni sebagai berikut:
a.
Penggunaan
situasi untuk memberikan masalah, tugas, dan informasi dalam pertanyaan;
b.
Masalah harus
memiliki banyak solusi dari mana siswa dapat memilih yang sesuai prinsip dan
menerapkan pengetahuan untuk menciptakan solusi mereka; dan
c.
Penilaian
harus menekankan langkah-langkah kunci pemecahan masalah
Diharapkan agar
penelitian khususnya dalam bidang pendidikan, dapat mengkaji beberapa
penelitian lainnya mengenai assessment problem solving untuk dapat membuat atau
mengembangkan instrument problem solving.
DAFTAR
PUSTAKA
Chang, C.Y. (2010). Does problem
solving = prior knowledge + reasoning skills in earth science? An exploratory
study. Research Science Education 40, 103–116. doi: 10.1007/s11165-008-9102-0
Chusinkunawut, K., Nugultham, K.,
Wannagatesiri, T., & Fakcharoenphol, W. (2018). Problem solving ability
assessment based on design for secondary school students. International Journal
of Innovation in Science and Mathematics Education, 26(3), 1–20.
Deno, S. L. (2005). Problem-solving
assessment with Curriculum-based Measurement (CBM). Research Institue for
Problem Solving CEHD, 1–3. https://doi.org/10.1121/1.4755059
Docktor, J., & Heller, K.
(2009). Robust assessment instrument for student problem solving. Proceedings
of the NARST 2009 Annual Meeting, Garden Grove, CA: NARST. Retrieved from http://groups.physics.umn.edu/physed/Talks/Docktor_NARST09_paper.pdf
Heppner, P.P., & Peterson, C.H.
(1978). The development, factor analysis, and initial validation of a problem[1]solving instrument: A final paper presented
at the annual meeting of the American Education Research Association.
Commissioned by the American Education Research Association. Toronto, America:
Author.
Hernández-Suarez, C. A.,
Paz-Montes, L. S., & Avendaño Castro, W. R. (2022). Problem solving in the
physics classroom. An analysis with secondary school students. Journal of
Physics: Conference Series, 2163(1), 012010.
https://doi.org/10.1088/1742-6596/2163/1/012010
Ince, E. (2018). An Overview of
Problem Solving Studies in Physics Education. Journal of Education and
Learning, 7(4), 191. https://doi.org/10.5539/jel.v7n4p191
Kruatong, T. (2011). Development and
validation of a diagnostic instrument to evaluate secondary school students’
conceptions and problem solving in mechanics. The International Journal of
Learning 17(10), 51–69.
Maulani, N., Linuwih, S., &
Sulhadi. (2020). Analisis Kemampuan Pemecahan Masalah Fisika dalam Asesmen
Higer Order Thinking. Seminar Nasional Pascasarjana 2020, 1–10.
Nadapdap, A. T. Y., & Istiyono,
E. (2017). Developing physics problem-solving skill test for grade X students
of senior high school. REiD (Research and Evaluation in Education), 3(2),
114–123. https://doi.org/10.23959/sfahrj-1000001
Purnakanishtha, S.,
Suwannatthachote, P., & Nilsook, P. (2014). Development and validation of a
problem solving skills test in robot programming using scaffolding tools. Open
Journal of Social Sciences 2, 47–53. doi:10.4236/jss.2014.22007
Komentar
Posting Komentar