Bebas Lepas Dalam Lapas
![]() |
Opini Rakyat Jelata |
Hallo, semuanya. Kembali lagi di
postingan receh gue yang entah udah keberapa kalinya. Btw belakangan terakhir
gue emang lagi free, nggak ada kesibukan yang berarti, dan kebetulan lainnya
adalah gue masih liburan. Yeayyyy!!!
Nah, karena gue emang banyak ngabisin waktu di
Aksara Rasa yang lagi gue garap dan beberapa monolog yang masih gue revisi,
akhirnya gue sedikit jenuh juga, hahahaha. Gue terkungkung (apasih) sama dunia
fiksi dan diksi-diksi yang punya rima senada. Yahhh (menghela napas panjang)
rumit juga.
As long as you know, gue lagi
memperbaiki haluan pemikiran gue. Yang dulunya gue egois dan nggak mau tau
urusan sekitar, sekarang gue mencoba untuk sedikit berbenah. Recovery
bagian-bagian di otak gue yang udah membeku entah berapa lama. Hmmm, setidaknya
itu adalah cara gue buat refresh otak gue yang terpaku sama tulisan-tulisan
maladewa cinta.
Minggu kemarin gue sempat ngasih
opini tentang salah satu kejadian yang menurut gue adalah kejadian paling heboh
di kala itu dan merupakan kejadian yang sepantasnya mendapat perhatian dari
siapapun, termasuk anak-anak muda yang sekarang digadang-gadangin buat jadi
pemimpin bangsa.
Dua atau tiga hari terakhir, hampir
semua berita di TV headlinenya ngebahas tentang Sukamiskin. Dan gue baru sempat
nonton segmen specialnya Mata Najwa “Pura-Pura Penjara” tadi siang. Jadi,
hari ini gue ngupas dua report dari stasisun TV yang berbeda. Yang satu gue
ambil Pura-Pura Penjara dan yang satunya lagi gue ngambil edisi punya CNN Indonesia yang ngebahas segmen Berebut Napas Dalam
Lapas. Dan kayaknya nggak afdhol banget kalo tulisan gue kali ini nggak punya
jargon-jargon kayak yang yang orang lain bikin. Oleh karena itulah, akhirnya
gue bikin Bebas Lepas Dalam Lapas.
I know you know me, kalo gue bukan
anak politik. Gue juga bukan anak parpol atau bidang pemerintahan semacam itu. Tapi,
jujur, segmen Pura-Pura Penjara yang dibawain sama Mbak Nana emang keren
abissss. Suer, gue sampai melongo, ada seorang wanita yang sukses, berhasil
membongkar dan menyudahi rasa penasaran rakyat Indonesia terkait dengan kasus
Sukamiskin yang mencerminkan betapa lemahnya integritas seorang pemimpin.
Okedeh, sebelum gue kasih pandangan
terhadap segmen Pura-Pura Penjara, gue bakal ngerekomendasikan lo semua yang
lagi baca tulisan gue buat nonton segmen itu juga. Don’t hesitate to watch seven
parts of its. Karena seperti yang Brene Brown bilang, stories are just data
with a soul. Jadi, supaya lo yang baca tulisan ini tidak salah dalam memahami
apa yang terjadi, lo harus nonton juga. Setidaknya, sekalipun lo bukan anak
politik, lo nggak boleh buta informasi sama apa yang terjadi di negara lo
sendiri.
Jadi sebenarnya, segmen Pura-Pura
Penjara dan segmen Berebut Napas Dalam Lapas itu sama-sama ngebawain topic tentang
penjara. Cuman, sudut pandang bahasannya aja yang berbeda. Yang satu ngebahas
tentang Over Capacity dan yang satunya ngebahas Over Property.
Oke, yang pertama kali gue liat
adalah segmen punya CNN, Berebut Napas Dalam Lapas. Gue melongo, karena report
CNN yang ngebahas tentang over capacity itu mengangkat kasus di daerah gue
sendiri, di Kalimantan Selatan, tepatnya di Banjarmasin. WOW. Kalo lo liat
liputannya, lo pasti bakal geleng-geleng kepala. Lapas di Banjarmasin persis kayak
tempat penampungan, bahkan lebih parah daripada itu. Gue liat orang-orang tidur
di tempat yang cuman cukup satu orang, eh malah buat dua orang. Ada juga orang
yang tidur di lantai, bahkan ada yang tidur di kamar mandi. Baju-baju
bergelantungan, disepenser nggak tau tempatnya berantakan, kipas angin yang
sangat menyedihkan. Dan dari sekian banyak orang yang tidur di ruangan itu,
lebih dari 40 orang, bayangin sendiri aja kalo di sana cuman tersedia satu MCK.
Gue juga sempat liat orang-orang di
sana makan seadanya, rebutan gitu. Masing-masing bawa wadah makannya sendiri,
terus antri buat dikasih nasi. Mereka nggak bisa milih mau makan apa, mereka
cuman punya satu pilihan; yakni makan makanan yang telah disediakan. Yaaa, gue
sebagai orang awam juga punya pertimbangan, betapa beratnya kehidupan yang mereka
jalani di sana. Over capacitynya 650%, dari yang seharusnya 366 orang, justru
tahun itu diisi 2.422 orang. Wajar, kalo masing-masing dari mereka
berebut dan berdesak-desakan. Karena memang, untuk bergerak aja itu kayaknya
susah banget. Ruang yang terbatas, belum lagi bosan, bete, dan jenuh udah
menggerogoti diri mereka di sana.
Gue tidak memandang itu sebagai
sebuah hukuman buat mereka. Karena, sekarang ini penjara bukan
tempat untuk memberikan hukuman, tapi lebih ke arah memberikan binaan. Cuman
masalahnya sekarang ini terletak pada finansial negara. Indonesia punya banyak masalah dan
urusan yang sama krusialnya. Tapi, mau gimanapun juga kita tidak bisa
mengesampingkan hak orag biar bisa hidup layak. Layak di sini bukan berarti
mewah atau enak, tapi layak dalam artian pantas. Karena menurut gue apa yang
terjadi sama Narapidana di Lapas Banjarmasin itu jauh sekali dari kata pantas.
Nah, lain halnya sama Lapas yang ada
di Sukamiskin. Kalo kita mau buat perbandingan, nih, ya; narapidana yang dijatuhi
vonis tujuh tahun penjara karena masalah pacaran kayak gitu aja, dia masih bisa
tidur dengan nyaman di Sukamiskin, masih punya MCK khusus buat diri dia
meskipun denga sangat-sangat-sangat seadanya, masih bisa masak Indomie goreng,
intinya dia masih bisa punya privasi diri sendiri, gitu.
Kalo mau dibandingin lebih jauh lagi,
nih, ya; narapidana kasus korupsi yang divonis delapan belas tahun karena impor
daging sapi, kalo nggak salah namanya Bapak Luthfi Hasan. Dari segmen Pura-Pura
Penjara Mbak Nana, ada buku-buku yang berderet rapi, banyak bingits. Terus ada
alat di Gym buat olahraga sepeda pasif, gitu. Ada cermin gede,
belum lagi kamar mandinya kayak versi kecil kamar mandi hotel, ajib beud. Yaaa,
dari wawancara Mbak Nana, sih Bapak Luthfi-nya sakit, cuman yahhh lo mending
nonton sendiri segmenya di part one.
Belum lagi sel
aslinya Pak Setnov yang sayanggg bangettt nggak diliput karena waktu Mbak Nana
visit, ehhh beliau malah nongkinya di sel orang. Pake acara ngaku-ngaku itu
selnya lagi. Tapi, yaaa beruntungnya kecurigaan Mbak Nana dan team terbukti
karena Menkumham sendiri juga bilang kalo selnya Pak Setnov nggak mungkin
sesederhana itu. Apalagi personal identity yang ada di depan pintu sel 29 (sel
yang katanya Pak Setnov itu sel dia) juga nggak kayak personal identity yang
lain. Kalo kamar yang lain, sih personal identitynya kayak di laminating gitu
loh, baru ditemplokin di depan pintu. Lah, kalo personal identity di depan
pintu 29, sih itu nggak dilaminating, di taruh gitu aja, terus dipakuin, deh
biar kagak copot. Belum lagi perihal parfume Pak Setnov yang sama kayak parfume
Mbak Nana, kan ajib? Terus
gue juga sempat searching tentang gaya hidup beliau, cuman nggak nemu. Tapi,
yang pasti gue juga setuju Pak Menteri yang bilang nggak mungkin orang kayak
Pak Setnov adem ayem aja tinggal di ruangan kayak di kamar 29 yang tempat tidurnya persis ada di samping kamar mandi.
Dan gue nggak tahu, nih, ya, apakah
kedatangan team Mbak Najwa beserta dengan Sidak yang dilakukan oleh pihak
kementerian sudah diketahui sebelumnya sama para napi koruptor di sana. Karena terlalu
banyak drama dan scene yang kayaknya sengaja dibuat-buat, gitu. Yahhh, lo bisa
liat sendiri apa yang terjadi sama Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat di
part two.
Terus nih, ya, gue lanjutin. Di part
three, gue nggak kenal dia siapa, cuman kalo nggak salah dia adalah aparatur
pemerintahan di wilayah DKI, di mana di sel dia itu ada jam dinding digital,
terus ada kitchen seat, ada sofa kerajaan modern. Mana ruangan selnya kayak
ruangan motel level menengah, gitu. Yahhh, gimana ceritanya barang segede sofa
bisa masuk, coba?
Belum lagi perihal napi yang bakal
mati kalo nggak ada laptop buat nulis karena katanya dia itu seorang pengarang.
Mana di selnya ada printer, ada TV LED, ada speaker. Kalo mau gue komentarin,
sih yaaa sama aja kayak yang dibilang Pak Menteri, yang dikurung itu
kebebasannya bukan kreatifitasnya. Hanya saja, kalo kasusnya kayak Pak OC, sih
menurut gue berlebihan banget. Terlalu muluk, gitu. Gaya beliau waktu divisit
aja itu kayak orang abis bangun tidur (sangking enaknya hidup di Lapas).
Kenyataan bahwa dunia terbalik yang
terjadi di Lapas Sukamiskin itu… sangat, sangat, sangat, WOW. Gue tidak mengikuti
lebih dalam siapa aja orang-orang yang bermukim atau jadi tahanan di sana, tapi,
yang pasti, fasilitas yang mereka dapatkan sebagai seorang tahanan koruptor di
sana jauh lebih baik daripada gue dan orang-orang lain di luar sini yang tidak
bersalah.
Dari https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-44920023
yang gue baca, ada microwave di penjara, broh. Yah, kita bayangin aja, lo
manggang roti di dalam penjara. Gue sampai melongo baca artikel itu. Terus juga
ada AC, dispenser,kitchen set, LED TV, kompor gas, kulkas dua pintu, peralatan
masak, sama speaker.
Itu penjara apa kost-kostan harga 2
jut-jut per bulan, coba?
Di satu sisi, gue sebagai rakyat
jelata yang buta sama dunia pemerintahan merasa sangat tertindas. Koruptor yang
bersalah justru bisa berleha-leha, mana ada gazebonya, pula. Emang gazebo buat
apaan? Reunian narapidana? Rapat kerja narapidana? Masa iya, kunjungan harus di
gazebo? Yang dikunjungin itu tikus negara, pula. Meskipun gazebo itu bukan
fasilitas yang disediakan di lapas, melainkan fasilitas yang dibangun oleh
narapidana di sana, yaaa tetap aja. Aneh, nggak, sih? Narapidana bisa bikin
gazebo di wilayah penjara? Duit dari mana, coba? Dan jumlahnya bukan cuman
satu. Tapi, ada tiga puluh dua.
Yang tidak gue pahami dari awal adalah,
apa tujuan para koruptor dialokasikan ke Sukamiskin yang ternyata punya kelas
berbeda sama para tahanan lainnya? Kenapa nggak gabung sama orang-orang
bersalah lainnya kayak di penjara biasa? Toh, mereka sama-sama bersalah, kan?
Yah, meskipun sebenarnya kasusnya berbeda. Tapi, kesenjangannya yang terungkap
antar narapidana biasa sama narapidana koruptor itu sangat jauhhh berbeda.
Jujur, karena awal mulanya gue liat
report Berebut Napas Dalam Lapas, gue jadi mikir hidup di penjara itu kayak
terisolir, terkucilkan, sedih, susah, serba nggak enak. Makan nggak enak, tidur
nggak enak, sampai buat narik napas aja rasanya nggak enak. Tapi, sekarang,
setelah gue liat segmen Pura-Pura Penjara, gue jadi mikir, “Apa gue harus jadi tersangka kasus korupsi dulu biar bisa punya
microwave? (LOL)” (nggak-nggak, kok. Gue bercanda)
Kalo lo semua nyari informasi gimana
caranya barang-barang mewah kayak gitu bisa masuk ke sana, yaaa jelas aja, itu
semua karena ada kong-ka-li-kong-nya. Bapak Wahid Husein yang terhormat selaku
Kepala Lapas Sukamiskin pastinya punya rahasia yang tidak diketahui oleh publik
dan aparat yang berwenang untuk menghentikan tindakan tersebut. Dan jikalaupun
memang benar kalo beliau adalah biang dari kasus barang-barang mewah di
Sukamiskin, gue rasa beliau sama aja menjatuhkan pandangan seluruh masyarakat
Indonesia terhadap aparat hukum di tanah air kita. Yaaa, endingnya mungkin akan
bermunculan opini-opini orang dan kritikan dari berbagai pihak selaku rakyat
yang melampiaskan kekesalan dan kekecewaan mereka melalui berbagai situs dengan
gayanya masing-masing. Dan kalaupun beliau tidak bersalah dalam artian beliau
bukan dalang utama dari kasus itu, gue pikir beliau sama aja menghancurkan
kepercayaan masyarakat kepada diri beliau sendiri selaku pemimpin.
Gue nggak tau harus memberikan
pandangan kayak gimana. Karena gue nggak tahu, sistematika orang-orang yang
punya korelasi dengan mereka yang tidak punya korelasi. Gue juga nggak tahu,
apakah keadilan yang sebenar-benarnya keadilan adalah seperti itu. Porsi yang
tidak sesuai, sangat tidak sesuai, bahkan diluar dugaan semua orang.
Suap fasilitas nggak bakalan pernah
bikin mereka jera. Toh, hidup mereka juga enak-enak aja. Santay, bisa nonton
tv, dengerin musik, mandi air hangat, praktis banget. Mau makan apa aja
gampang. Yaaa, ironi banget. Sumpah gue yang nggak pernah sama sekali ke
penjara, nggak pernah liat secara langsung dengan mata kepala gue sendiri
gimana kehidupan orang-orang di sana sebenarnya, dan gue cuman bisa liat di
tayangan televisi sama youtube doang kalo penjara itu tempat yang… (gue
geleng-geleng)
Kesenjangan yang sangat menyakitkan.
Dalam kondisi kayak gitu, duit ternyata punya kedudukan dan fungsionalnya
sangat penting dalam kehidupan seseorang. Miris banget rasanya, sumpah. Di
tengah kegembiraan buat menyelenggarakan Asian Games di Indonesia, kita masih
dihadapkan pada masalah keadilan yang musnah, hak manusia (narapidana) untuk
hidup dengan layak di dalam penjara masih jadi tanda tanya, di tambah lagi
lembaga yang menangani tersangka kasus korupsi ehhh juga ikut-ikutan korupsi.
Gue harap kita yang jadi anak muda,
kita yang bakal ngelanjutin pembangunan bangsa ini, kita yang bakal mewarnai
cerita negeri ini dan entah kita nanti nikah tahun depan, dua tahun lagi, tiga
tahun lagi, atau kapapun itu, kita akan tetap punya semangat anak muda kayak
sekarang. Tetap pada pendirian kita untuk menolak hal-hal di luar batas wajar kayak
gitu. Paling tidak, meskipun kita tidak berkutik di bidang semacam itu, kita
sedikit bisa bersimpati dan berempati serta menata diri kita, mempersiapkan
diri kita buat jadi manusia yang dapat memanusiakan orang lain dan dapat
memanusiakan diri kita sendiri. Karena sederhana aja, sih, kalo kita acuh sama
apa yang dialami negara kita, selamanya kita akan menghadapi masalah yang sama.
Padahal, kan kita sendiri udah capek banget hidup dalam status negara
berkembang. Pengen cepet-cepet maju, tapi kita sebagai anak bangsa juga
ogah-ogahan buat berkontribusi. Yahhh, kalo scope negara terlalu besar, lakuin
di scope menengah, kalopun scope menengah juga masih terlalu berat, lakuin di
scope terkecil yang bisa kita lakuin. Karena berjuang, bukan cuman buat sekedar
merdeka. Berjuang juga kita lakukan buat bertahan, menghadapi tantangan, dan
prepare masa depan.
Komentar
Posting Komentar