Four Tier Diagnostic Test
Fisika merupakan
salah satu cabang dari IPA, yang merupakan suatu disiplin ilmu yang memiliki
banyak konsep penting. Konsep sangat perlu dipahami oleh siswa guna dapat
menyelesaikan suatu permasalahan. Dalam ilmu fisika pemahaman konsep sangat
penting untuk membangun proses berpikir siswa dalam memahami permasalahan-permasalahan
sederhana hingga yang rumit. Pemahaman siswa terhadap suatu konsep dipengaruhi
oleh banyak hal, salah satunya adalah anggapan awal siswa dan konsepsi siswa
terhadap suatu fenomena maupun konsep tertentu. Anggapan awal siswa dalam
menjelaskan suatu fenomena terkadang tidak sesuai dengan konsep para ahli.
Anggapan awal tersebut apabila tidak segera diubah maka akan menjadi suatu
konsep dan akhirnya menjadi pemahaman siswa. Pemahaman siswa yang tidak sesuai
dengan konsep para ahli inilah yang disebut sebagai miskonsepsi.Miskonsepsi
adalah pemahaman yang diyakini secara kuat namun pemahaman yang diyakini tidak
sesuai dengan konsep-konsep para ahli. Apabila miskonsepsi tidak segera
ditangani maka akan terintegrasi dalam struktur kognitif siswa. Hal tersebut
sangat berbahaya karena dapat membuat siswa memodifikasi bahkan menolak
konsep-konsep yang sebenarnya.
Adanya
miskonsepsi akan menghambat siswa dalam penguasaan suatu konsep yang kemudian
hal inilah yang menyebabkan rendahnya prestasi belajar siswa. Siswa merupakan
tunas harapan masa depan bangsa, kualitas siswa mencerminkan bangsa di masa
depan. Dengan demikian permasalahan miskonsepsi yang terjadi pada diri siswa
adalah masalah serius untuk segera ditangani, mengingat dampak buruk yang ditimbulkan
oleh adanya miskonsepsi. Penanganan miskonsepsi tidak dapat dilakukan secara
efektif sebelum miskonsepsi tersebut diketahui secara jelas terlebih dahulu.
Adanya miskonsepsi dapat diketahui melalui tes diagnosis dengan menggunakan
instrumen atau alat ukur yang mampu mengidentifikasi miskonsepsi.
Ada berbagai
macam tes yang digunakan untuk menyelidiki miskonsepsi siswa, di antaranya
adalah wawancara dan tes pilihan ganda (multiple choice test), peta konsep dan
tes diagnostic. Berdasarkan uraian tersebut tersebut, maka makalah ini akan
berfokus pada pembahasan mengenai tes diagnostic four tier.
Berdasarkan
latar belakang yang dipaparkan, maka rumusan masalah yang diajukan pada makalah
ini ialah:
1. Apa
yang dimaksud dengan tes diagnostic four tier?
2. Bagaimana
penyusunan tes diagnostic four tier?
Adapun tujuan dari
penulisan makalah ini ialah:
1. Mengetahui
konsep dari tes diagnostic four tier
2. Mengetahui
prosedur penyusunan tes diagnostic four tier
2.1 Tes Diagnostic Four Tier
Multiple-tier
terdiri dari tes one-tier, tes two-tier, tes three-tier, dan tes four-tier. Tes one-tier belum mampu membedakan
siswa yang menjawab benar dengan alasan yang benar serta siswa yang menjawab
benar dengan alasan yang salah. Kelemahan two-tier
yaitu guru belum mampu mengetahui kekuatan siswa dalam memahami suatu konsep. Three-tier mempunyai tingkat keyakinan
tunggal sehingga belum mampu mendeteksi tingkat keyakinan siswa dalam memilih
jawaban dan alasan. Adapun four-tier diagnostic test adalah pengembangan dari
tree-tier test yaitu dengan menambahkan tingkat keyakinan siswa dalam memilih
jawaban dan alasan. Penambahan tingkat keyakinan di setiap jawaban dan alasan
mampu mengukur perbedaan pengetahuan siswa, sehingga dapat mengetahui tingkat miskonsepsi
yang dialami siswa (Rukmana
et al., 2019) .
Four-tier terdiri dari empat tigkatan diantaranya: tingkat pertama, berisi soal pilihan
ganda dengan tiga jawaban pengecoh dan satu jawaban yang harus dipilih siswa. Tingkat kedua, berisi tingkat keyakinan
dalam memilih jawaban. Tingkat ketiga,
berisi alasan siswa dalam memilih jawaban yang terdiri dari tiga pilihan alasan
yang disediakan dan satu alasan terbuka. Tingkat
keempat, berisi tingkat keyakinan siswa dalam memilih alasan (Rukmana
et al., 2019). Menurut (Erwinsyah
et al., 2020), struktur tes
diagnostik four-tier terdiri dari tier-1
berisi soal bentuk pilihan ganda, tier-2
berisi tingkat keyakinan dalam memlilih jawaban pada tier-1, tier-3 berisi tentang alasan dalam memilih
jawaban pada tier-1, dan tie-4
berisi tingkat keyakinan dalam memilih alasan.
Tngkat
keyakinan dalam memilih jawaban maupun alasan terbagi atas skala satu sampai
enam. Skala satu dipilih jika siswa menebak,
skala dua jika siswa sangat tidak yakin,
skala tiga jika siswa tidak yakin,
skala empat jika siswa yakin, skala
lima jika siswa sangat yakin, dan
skala enam jika siswa amat sangat yakin
(Wilantika
et al., 2018).
(Yuberti
et al., 2020) mengemukakan
beberapa keuntungan dari tes diagnostic four tier, yakni: (1) guru dapat
membedakan tingkat kepercayaan jawaban dan tingkat keyakinan pada alasan,
sehingga guru dapat mengetahui lebih banyak tentang pemahaman konseptual siswa,
(2) guru dapat mendiagnosis miskonsepsi siswa lebih dalam, sehingga guru dapat
menentukan bagian-bagian dari topik yang membutuhkan penekanan lebih, (3) guru
dapat merencanakan pembelajaran yang lebih baik untuk mengurangi kesalahpahaman
konsep tersebut.
2.2 Prosedur Penyusunan
Tes Diagnostic Four Tier
Berikut ini adalah salah satu contoh soal tes diagnostic four tier (Sulistiawarni, 2018). Dapat dilihat bahwa terdapat empat bagian, yakni bagian tier-1 berisi soal bentuk pilihan ganda, tier-2 berisi tingkat keyakinan dalam memlilih jawaban pada tier-1, tier-3 berisi tentang alasan dalam memilih jawaban pada tier-1, dan tie-4 berisi tingkat ke yakinan dalam memilih alasan.
Sebagaiamana dikemukakan sebelumnya bahwa terdapat 6 tingkat atau derajat
keyakinan siswa; ada pula yang menempatkan derajat keyakinan tersebut dari
skala nol sampai lima. Adapun metode yang digunakan untuk mengkur tingkat keyakinan
siswa terhadap materi yang telah diajarkan oleh guru ialah dengan metoede Certainty of Response Index (CRI). CRI
digunakan untuk mengukur tingkat kepercayaan diri dalam menjawab setiap pertanyaan
yang diberikan. Jika CRI rendah menandakan ketidakyakinan siswa dalam menjawab
suatu pertanyaan atau bisa diartikan adanya unsur penebakan dalam menjawab
soal. Sebaliknya jika CRI tinggi menandakan keyakinan siswa dalam menjawab
suatu pertanyaan baik. Jika jawaban yang dijawab benar, maka tingkat keyakinan
yang tinggi akan kebenaran konsepnya telah teruji dengan baik. Dalam penggunaan
metode CRI ini, cara untuk mengetahui kemampuan siswa yaitu dengan cara
memberikan tes pilihan ganda yang bersifat pemahaman konsep.
Tingkat kepercayaan ini akan memudahkan dan menghemat waktu dalam menganalisis kesalahpahaman siswa. Dengan uji diagnostik Four-tier yang dikembangkan dengan CRI, miskonsepsi siswa dapat diidentifikasi dengan baik. (Rawh et al., 2020) dalam penelitiannya mengemukakan cara yang sedikit berbeda untuk menentukan kombinasi jawaban four-tier diagnostic test.
Keterangan: SU=Sound Understading; PU=Partial Understanding; MC=Misconceptions; NU=No Understanding; UC=Un-coded; 1=jawaban benar; 0=jawaban salah; Y=Yakin; TY=Tidak Yakin. Sound Understanding (SU) – keadaan siswa yang memiliki pemahaman konsep yang benar dan utuh, Partial Understanding (PU) – keadaan siswa yang hanya memiliki sebagian pemahaman konsep dan tidak dapat menjelaskan suatu fenomena secara utuh, No Understanding (NU) – keadaan siswa yang memiliki konsepsi yang tidak sejalan dengan konsep ilmiah yang ada., Misconception (MC) – keadaan siswa yang memiliki konsepsi yang tidak sejalan dengan konsep ilmiah yang ada, dan Un-coded (UC) – siswa yang tidak dapat dipahami.
Mengutip dari (Rawh et al., 2020) mengenai Pengembangan Four-Tier Diagnostic Test untuk
Mengidentifikasi Profil Konsepsi Siswa, maka tahapan atau prosedur pembuatan
tes diagnostic four-tier meliputi:
1)
Menentukan materi
2)
Membuat
kisi-kisi soal tes diagnostic
3)
Menentukan
bentuk tes, yaitu bentuk four-tier test
4)
Menulis soal
test four-tier test
Selanjutnya ialah melalukan uji validitas oleh para
ahli. Validasi ahli dikukan untuk menilai aspek materi, aspek kontruksi, aspek
bahasa, dan kesesuaian antara tier-1 dan tier-3 pada instrumen. Terdapat enam
indikator, yaitu : 1) butir soal mendiagnosis profil konsepsi, 2) kesesuaian
konsep dalam butir soal dengan konsep yang ditemukan oleh para ahli, 3)
kontruksi sial sesuai dengan format four-tier, 4) menggunakan bahasa yang
sesuai dengan kaidah bahasa indonesia, 5) pilihan jawaban dan alasan homogen
serta logis dari segi materi, dan 6) hanya ada satu kunci jawaban.
Setelah dilakukan
validitas oleh para ahli, dilakukan perbaikan sesuai saran terkait redaksi,
pilihan opsi, serta bentuk penyajiannya dan dilanjutkan dengan uji coba
instrumen. Analisis dari hasil uji coba tersebut terkait validitas dan
reliabilitas soal. Selain dilakukan uji validitas oleh ahli, dilakukan juga uji
validitas secara statistk menggunakan uji validitas pearson pada instrumen
four-tier diagnostic test Selain uji validitas, dilakukan juga uji reliabilitas
instrument.
Setelah dilakukan uji validitas dan uji
reliabilitas, dilakukan uji coba yang kedua. Instrumen diberikan kepada siswa
di sekolah yang berbeda dengan uji coba pertama. Uji coba kedua dilakukan untuk
melakukan analisis profil konsepsi materi untuk melihat profil konsepsi siswa
menggunakan four-tier diagnostic test.
Berdasarkan pembahasan
yang telah diuraikan, dapat disimpulkan sebagai berikut.
1.
Four-tier terdiri dari empat tigkatan diantaranya: tingkat pertama, berisi soal pilihan ganda dengan tiga jawaban
pengecoh dan satu jawaban yang harus dipilih siswa. Tingkat kedua, berisi tingkat keyakinan dalam memilih jawaban. Tingkat ketiga, berisi alasan siswa
dalam memilih jawaban yang terdiri dari tiga pilihan alasan yang disediakan dan
satu alasan terbuka. Tingkat keempat,
berisi tingkat keyakinan siswa dalam memilih alasan.
2. Dalam
menyusun atau mengembangkan tes diagnostic Four-tier, ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan, yakni:
a.
Menentukan
materi
b.
Membuat
kisi-kisi soal tes diagnostic
c.
Menentukan
bentuk tes, yaitu bentuk four-tier test
d.
Menulis soal
test four-tier test
e.
Uji validitas
f.
Uji coba skala
kecil
g.
Uji
reliabilitas
h. Uji coba kelas sebenarnya
Pengembangan instrumennya dapat berupa:
a.
Soal, opsi
jawaban, 6 skala keyakinan jawaban, opsi alasan, 6 skala keyakinan alasan.
b. Soal, opsi jawaban, skala keyakinan jawaban (ya/tidak), opsi alasan, skala keyakinan alsan (ya/tidak).
Diharapkan agar
penelitian khususnya dalam bidang pendidikan, dapat mengkaji beberapa
penelitian lainnya mengenai tes diagnostic four tier, khususnya untuk
mengembangkan tes diagnostic miskonsepsi.
DAFTAR PUSTAKA
Erwinsyah, H., Muhassin, M., & Asyhari, A. (2020). Pengembangan
Four-Tier Diagnostic Test untuk mengetahui Pemahaman Konsep Peserta Didik pada
Materi Gerak Lurus. 6(1), 1–11.
Fariyani, Q., Rusilowati, A., & Sugianto. (2015).
Pengembangan Four-Tier Diagnostic Test Untuk Mengungkap Miskonsepsi Fisika
Siswa Sma Kelas X. Journal of Innovative Science Education, 4(2),
41–49.
Rawh, P., Samsudin, A., & Nugraha, M. G. (2020). Pengembangan
Four-Tier Diagnostic Test untuk Mengidentifikasi Profil Konsepsi Siswa pada
Materi Alat-Alat Optik. WaPFi (Wahana Pendidikan Fisika), 5(1),
84–89.
Rukmana, A. P., Mayasari, T., & Yusro, A. C. (2019).
Pengembangan Four-Tier Diagnostic Test Untuk Mendeteksi Miskonsepsi Pada Fisika
SMA. SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN FISIKA V 2019 “Peran Pendidik Fisika Dalam
Mempersiapkan Society 5.0,” 1–6.
Sulistiawarni, W. (2018). Identifikasi Miskonsepsi
Menggunakan Four-Tier Diagnostic Test Materi Suhu dan Kalor Siswa SMA/MA.
Universitas Islam Negeri Walisongo.
Wilantika, N., Khoiri, N., & Hidayat, S. (2018).
Pengembangan Penyusunan Instrumen Four-Tier Diagnostic Test untuk Mengungkap
Miskonsepsi Materi Sistem Ekskresi di SMANegeri 1 Mayong Jepara. Jurnal
Phenomenon, 08(2), 200–214.
Yuberti, Suryani, Y., & Kurniawati, I. (2020). Four-Tier
Diagnostic Test with Certainty Of Response Index to Identify Misconception in
Physics. Indonesian Journal of Science and Mathematics Education, 03(2),
245–253. https://doi.org/10.24042/ijsme.v3i2.6061
Komentar
Posting Komentar