Surat Terbuka untuk Fauzia
Sudah lewat
sepekan sejak perayaan hari lahirmu dirayakan,
Maaf, sebab
minggu lalu kamu masih harus disuguhkan jadwal ujian,
Dan
seperangkat pekerjaan yang belum sempat terselesaikan.
Kini, sudah lewat sepekan sejak perayaan hari lahirmu dirayakan,
Namun, belum
sempat kudengar kamu mengucap pinta dan harapan,
Tidakkah
seharusnya kamu perlu menuliskan sesuatu,
Setidaknya
satu,
Paling tidak
untuk dirimu.
Sebab tak
sempat terucap,
Meski bukan
saat yang tepat,
Meski sudah
amat sangat terlambat,
Dengan
sedikit sungkan dan malu,
Walau agak
canggung dan kaku,
Selamat ulang
tahun, fauzia, selamat menjadi dirimu yang baru,
Semoga jiwa
rapuhmu dapat menjadi lebih utuh, dapat menjadi semakin tangguh,
Semoga
senantiasa dilimpahkan hal-hal baik, dan dihamburkan rasa bahagia sepenuh
rengkuhan alam semesta.
Maaf, sampai
detik ini masih sering menangis, masih kerap meringis,
Tidak jarang
masih sering terisak dan beberapa kali sempat meledak,
Maaf, karena
sering menyalahkan dan menghakimi sembarangan,
Maaf, karena
beberapa tahun terakhir kamu dipaksa berjuang mati-matian,
Maaf, karena
belum sempat kuberikan hadiah dan penghargaan,
Maaf, karena
kerap kutuntut melakukan hal-hal di luar kesanggupan,
Maaf, karena
selalu kupaksa berbuat dan mengambil tindakan,
Maaf, karena
sering kukecewakan, padahal kamu telah berusaha habis-habisan,
Maaf, karena
ambisi sialan, kamu justru kelelahan,
Tidak jarang
tiba-tiba saja langsung mimisan,
Beruntungnya
sejauh ini belum pernah pingsan.
Maaf, aku
selalu lupa bertanya, “Apakah kamu baik-baik, saja?”
Maaf, kerap
abai pada kesehatan, kerap kupaksa begadang sepanjang malam,
Maaf, karena
sering kulewatkan sarapan,
Maaf, karena
sering terlambat makan siang,
Maaf, karena tanpa
alasan, seringkali aku lupa makan malam.
Maaf, sampai
hari ini masih belum bisa menjadi sebagaimana mestinya,
Maaf, masih
menjadi beban keluarga, masih belum bisa membahagiakan orangtua,
Maaf, bahkan
hingga kini kamu juga belum bisa menjadi dewasa,
Maaf, karena
aku belum terbiasa, dan nampaknya tidak akan pernah bisa menjadi biasa,
Hidup di
tengah keramian dunia dan hiruk piruk kegaduhan manusia.
Namun, dari
segelintir permintaan maaf yang telah kuucap,
Ada satu
terimakasih yang amat sangat sungkan kusampaikan,
Semoga kamu
bersedia menerima serangkaian,
Terimakasih
yang sempat terucap dan terlebih dulu menguap,
Terima kasih
sudah menjadi fauzia yang begitu tangguh,
Terimakasih
telah bangkit dan senantiasa bertumbuh,
Terimakasih
karena telah bersabar dan bersungguh-sungguh,
Bahkan jika harus
dilahirkan kembali, aku akan tetap memilih menjadi dirimu yang dipenuhi dengan
segala kekurangan dan keterbatasan.
Sebab, tidak
ada pilihan lain untuk menjadi orang lain,
Karena dirimu
sendiri pun juga sudah cukup, bahkan sangat berlebihan.
Maka dari
itu, terimakasih; meski rute ceritamu hanya seputar jatuh-bangkit berulang,
Kamu tetap
bertahan,
Dan itu
semua, amat sangat mengagumkan.
Komentar
Posting Komentar