Who are We?

Kini saya mengerti, hakikat sebenarnya
tentang "Kita yang berasal dari pencipta yang sama"

Hello, everybody. Welcome back to my platform!
Btw, hari ini gue habis ujian termodinamika, dan boro-boro berasa lega, gue justru berasa sesak dan mencerca keterlambatan gue dalam mencerna soal ujian tadi. Padahal sebenarnya, gue....

Okay, let’s forget about those hell.
Di postingan kali ini, gue mau berbagi sedikit seputar informasi atau lebih tepatnya bisa gue bilang sebagai suatu ilmu pengetahuan yang baru, dan harus lo wariskan ke anak cucu lo nanti.
Tapi, sebelum gue bahas tentang itu, gue mau ngasih warning dulu sama kalian yang lagi baca tulisan ini bahwa gue sedang tidak mempromosikan apapun, gue juga tidak punya tujuan tertentu atau belagu, karena yang mau gue lakuin disini bener-bener pengen membuka mata kalian semua, bahwa fisika itu indah. (Tapi, fisika tetap sulit; ATMOP)
Bicara soal fisika, gue termasuk orang yang merasa sangat-sangat-sangat beruntung karena bisa punya kesempatan buat menekuni fisika sedikit lebih banyak daripada yang orang lain terima. Tapi, di satu sisi gue juga merasa bahwa selama ini gue sangat tidak beruntung, karena pengetahuan yang gue punya ternyata tidak cukup mampu membuat gue mencintai fisika seutuhnya. Kalo boleh jujur, gue sangat tidak terbiasa dengan bahasan abstrak mikroskopik, such as listrik, magnet, induksi, dan teman-temannya. Padahal, bahasan itu adalah bahasan yang teramat penting kalo kita pengen tau alasan kenapa cuman daerah kutub aja yang ada aurora, kenapa selama ini bumi kita jarang mendeteksi sinar kosmik atau partikel-partikel bahaya dari luar angkasa, kenapa burung yang migrasi kagak pernah nyasar pas musim dingin, dan kenapa-kenapa lainnya yang jumlahnya entah berapa; sangking banyaknya.
Dan jujur, alasan terbesar kenapa fisika bagi gue terasa sangat berat adalah, gue lemah di tools-nya. Dan gue rasa dari semua cabang sains, fisika yang punya porsi paling banyak buat pdkt sama matematika. Padahal selama gue sekolah, math is fun dan rasanya simple aja, tidak membuat harus berpikir sangat keras (hanya berpikir keras saja hahahaha). Tapi, setelah gue kuliah, gue jadi bertanya-tanya “Apa selama gue sekolah matematika ternyata cuman berkamuflase?”
Selama gue menjalani proses perkuliahan, matematika fisika itu, ehhh... bukan-bukan. Kalo matematika fisika, itu artinya integrasi fisika di matematika. Nah, maksud gue di sini adalah fisika matematika, artinya integrasi matematika di bidang fisika. Fismat itu sesulit lo mau bikin lingkaran sempurna di papan tulis. You have to make one million perfect circle and it should being your daily. Dan gue tidak menutupi kenyataan bahwa sekuat apapun konsep fisika kita, semuanya akan jadi sia-sia kalo kita nggak bisa buktiin itu pakai persamaan matematika. Makanya gue punya prinsip dalam otak kanan dan diri gue bahwa, physics is interesting, but mathematics makes it important.
Cuman masalahnya, sampai sekarang gue belum bisa menemukan kenyamanan (cielah) atau ritme yang bener-bener pas dalam diri gue untuk belajar memahami bahwa mathematics makes physics important. Actually, prinsip itu gue pelajari dari seorang Ilmuwan Inggris, Michael Faraday. Buat yang masa SMA-nya pernah momok belajar fisika, pasti udah pernah denger nama Faraday. Nah, kita flashback sebentar deh, bahwa sebenarnya Michael Faraday itu cuman seorang anak yang mengenyam pendidikan sampai tingkat sekolah dasar. Tapi, siapa yang nyangka di masa depan hidupnya, dia bisa menemukan konsep elektromagnetik dalam fisika?
Wait, kalo lo mikir “Emang penemuan itu ngasih apa ke hidup gue?”

You have to know bahwa tanpa konsep itu lo nggak bisa nikmatin fasilitias listrik kayak sekarang, lo bakal kesulitan nge-charge gadget lo, susah nyolok laptop lo, ribet mau penerangan di rumah, nggak bisa masak nasi di rice cooker, nggak bisa manasin air di dispenser, nggak bisa nyetrika baju, nggak bisa minum jus, nggak bisa nonton TV, nggak bisa karokean, dan semua hal yang berhubungan dengan listrik. Karena tanpa transformator, tegangan yang mampir di rumah lo bisa lebih dari 220 volt atau justru kurang dari 220 volt.


And fyi, kalo missal tegangan listrik itu nggak stabil, detik ini 220 volt, detik berikutnya 210 volt, detik berikutnya 215 volt, nah nantinya itu bakal berakibat sama kompenen elektronika yang lo pake. AC jadi kurang dingin, terus baterai handphone lo butuh waktu yang lebih lama buat di-charge, dan kalo udah kayak gitu, nantinya barang-barang elektronika kita bakal cepet rusak dan nggak efisien penggunaannya.
Nah, selebihnya sumbangsih Faraday di bidang kimia silahkan lo cari sendiri. Cuman kalo setau gue, dia penemu benzene (benzene itu apa yah… hahahahaha di Serial Cosmos nggak dijelasin benzena itu dipake buat apa, seingat gue dia jadi bahan karbol, deh kalo kagak salah).
Balik lagi ke Michael Faraday. Dia mengenyam pendidikan cuman sampai tingkat SD (itu pun dia belum lulus) nyatanya bukan tanpa alasan. Faktor ekonomi, dan sepengetahuan gue tahun 1791 itu, tahun lahirnya Faraday barengan sama kerusuhan Birmingham (emang ada kaitannya, nah itu gue bikin spekulasi aja, sih) menjadi halangan utama untuk ortu dia ngasih pendidikan formal yang layak, apalagi saudara dia banyak, gitu.

Dan, dan, dan, yaahhhh… pengalaman adalah pembelajaran paling mahal di dunia. Hidup Faraday menurut gue pada zaman itu cukup menyedihkan, tapi dari sana dia menemukan kekuatan buat mengetahui hal-hal yang belum dia ketahui. Kalo lo penasaran gimana history dia, cusss lo cari sendiri biografi beliau. Atau kalo lo butuh versi visual, silahkan lo nonton Serial Cosmos Time Odyssey Episode 10. Sampai pada akhirnya di usia yang cukup tua, di mana pada waktu itu dia sudah melakukan banyak eksperimen, sudah punya kehidupan yang layak sama istri dia, dan dia berhasil memecahkan misteri yang bikin Isaac Newton puyeng pada zamannya. Bayangin sendiri, deh, entah kejeniusan seperti apa yang Michael Faraday punya. And the biggest of his invention waktu itu adalah gagasan dia tentang bagaimana matahari bisa membuat planet-planet bergerak tanpa menyentuh planet-planet itu.
Waktu itu, ketika dia mengemukakan gagasannya, semua ilmuwan nggak percaya. Dan mereka bilang nggak ada bukti konkritnya kalo apa yang disampaikan Faraday itu adalah sebuah kebenaran. Yaiyalah, secara kan, medan gravitasi nggak bisa disentuh, nggak berwujud meskipun punya dimensi, cuman satu yang menjadi landasan terbesar dalam keyakinan Faraday; yakni medan gravitasi bisa dirasa. Dan ilmuwan-ilmuwan itu bilang kalo mereka bakal percaya apabila semua yang disampaikan sama Faraday dapat dilihat dalam rumus persamaan yang tepat.
Dan, yap. Pada saat itu; mungkin adalah saat di mana Faraday harus menerima penyesalan terbesar dalam hidupnya karena kemiskinan dan pendidikan yang cuman sempat dia rasakan sampa tingkat sekolah dasar, membuat gagasan dia hanya sebuah angan-angan belaka karena nggak bisa dibuktikan. Karena dia nggak bisa ngasih penjelasan atas gagasan yang dia kemukakan secara matematis.

Matematis-Persamaan-Rumus-Bukti.

He can't.

Dan akhirnya, dia stuck di sono.


Sebelum Faraday wafat, di lain tempat  lahirlah nagh howang kaya yang super bergelimang harta. Mungkin kalo dia hidup di zaman sekarang, dia bakal jadi rebutan banyak perempuan hahahaha. James Clerk Maxwell; seorang ilmuwan cakep yang jago banget di bidang matematika, tiba-tiba aja dia baca buku tentang medan gravitasi punya Faraday. Dan dia meyakini bahwa medan gaya yang sempat diutarkan oleh Faraday adalah nyata dan bukan mimpi atau angan-angan belaka.
Barulah akhirnya, teori Faraday bisa diterima dan terbukti secara sempurna berkat jasa-jasa Maxwell yang… (lu bayangin, deh. Si Maxwell kagak nurunin rumus, tapi dia yang bikin rumus. Gue yang nurunin aja udah mau pingsan).
Dari situuulah, akhirnya gue sadar, tanpa matematika, fisika nggak ada apa-apa. Kalo kata orang, matematika dalam fisika seperti oksigen buat hidup manusia wkwkwkkwkw.
Btw, di postingan-postingan gue yang lalu, gue sempat ngasih tau alasan kenapa gue memilih fisika. Hm… I’m not fallin’ in love at all. Kayak tadi yang gue bilang, gue tidak begitu antusias pada hal-hal mikroskopik. Gue lebih senang belajar hal-hal makroskopik yang wujudnya bisa gue lihat, and I do fallin’ in love with Astronomy. Gue jatuh cinta sama hal-hal seputar bumi, planet, bintang, supernova, quasar, dan hal-hal yang mempelajari mereka. Dan setelah gue pahami, nggak ada jatuh cinta yang sebenar-benarnya kalo gue cuman sekedar bilang, “Gue suka astronomi. Gue suka bahasan itu!”
Buat gue, jatuh cinta yang sebenar-benarnya itu adalah ketika lo ngerasa bahwa hal itu penting buat hidup lo, bermakna buat hidup lo, dan bisa bikin lo makin dekat sama pencipta lo. Itu. Itu baru jatuh cinta yang sebenar-benarnya.
Dan gue menemukan jatuh cinta yang sebenar-benarnya pada salah satu cabang astronomi, astrofisika. (Astrofisika : lo memandang astronomi melalui fisika, gitu deh intinya)
Dalam astrofisika, bahasannya lebih banyak ke bintang-bintang, sih sebenarnya. Gimana rute perjalanan hidup dia, terus gimana suhunya bisa bervariasi satu sama lain, gimana warnanya bisa beda-beda, terus perbandingan komposisinya, terus hidupnya di ending nanti bakal jadi apa, umurnya berapa, kelas-kelasnya apa dan gitu-gitu, deh.

Gue pernah liat salah youtuber dari luar yang ngambil jurusan astrofisika, dan dia ngasih liat sekaligus kasih review tentang soal-soal ujian astrofisika dia di kampus. And, yeah, astrofisika emang nggak jauh-jauh dari bintang-bintang di alam semesta.
Astrofisika memberi gue banyak banget pandangan baru tentang hal-hal yang dulunya terasa biasa aja. Kayak misal, liat langit malam. Dulu waktu liat langit malam, gue biasa aja, no sense. Tapi, setelah kenalan sama astrofisika, gue jadi sadar, bahwa Pencipta Gue tidak menyuguhkan pandangan langit untuk sekedar dilihat saja, lebih dari itu.
Dari astrofisika juga gue sadar, bahwa hidup yang sekarang gue jalani, tidak hanya exists bersama apa yang ada di masa sekarang. Setiap malam gue punya kesempatan buat nengok ke belakang, untuk liat seperti apa masa lalu bisa bergerak ke depan dan hadir di masa sekarang.
Kalo pernah dengar istilah tahun cahaya, lo pasti bakal mudah untuk mengerti bagaimana cahaya yang sampai sekarang masih megang rekor sebagai zat yang paling cepat di alam semesta, ternyata masih butuh waktu jutaan tahun buat bisa kita indera oleh mata.
Sederhananya, biar nggak abstrak. Silahkan lo cari Orion, rasi pemburu yang paling mudah untuk didentifikasi di langit malam. Cirinya-cirinya yang paling mudah adalah lo cari tiga bintang yang kedudukannya sejajar.

Orion-the Hunter
Tiga bintang yang sejajar itu, dimulai dari kiri lo adalah Alnitak-Alnilam-Mintaka. Terus bintang favourite gue adalah tepat dibawah Mintaka, Rigel namanya. Nah, kalo dari perkiraan spektroskopi (alat paling fundamental dalam bidang astronomi modern setelah teleskop) btw si trio itu  jaraknya sekitar 800 juta tahun cahaya. Sementara Rigel jaraknya sekitar 864 tahun (bacanya kayak orang luar gitu, ridjel, hahaha).

Kalo dari hitung-hitungan, sih 1 tahun cahaya sekitar 9.422.760.000.000.000 meter. Nah, silahkan lo ngitung sendiri rigel jaraknya berapa meter dari bumi, terus si trio berapa jaraknya dari bumi.
Jarak jutaan tahun cahaya itu bukan cuman sebuah angka yang memberikan deskripsi seberapa besar rentang yang tercipta antar kita sama bintang-bintang di sana. Jarak jutaan tahun cahaya memberi pandangan baru, bahwa rigel yang jaraknya 864 tahun cahaya, adalah sebuah bintang yang butuh waktu sebanyak 864 tahun untuk bisa kita lihat di bumi. Tiga bintang yang jaraknya 800 juta tahun cahaya, adalah bintang-bintang yang cahayanya berangkat 800 juta tahun yang lalu dan sampai ke retina kita malam ini.

Dari yang selama ini gue pahami dalam pikiran gue, ketika kita melihat ke langit malam, kita sedang memandang masa lalu. Dan fixed, semua yang ada di atas sana adalah masa lalu.
Bisa jadi, cahaya-cahaya di saat 800 juta tahun yang lalu itu adalah cahaya dari bintang-bintang yang sudah collapse malam ini, bisa jadi cahaya 864 tahun itu adalah cahaya dari bintang yang sudah explode malam kemarin. We never knew they have been there. Dan jika pada detik yang sama di alam semesta bintang-bintang itu ternyata udah nggak ada, maka fixed sekarang kita sedang menyaksikan hantu.
Kita harus memahami bahwa rute perjalanan kita sama bintang-bintang itu nggak jauh berbeda. Lahir-tumbuh-berkembang-muda-dewasa-tua-tiada. Kalo kita menua karena setiap detik sel-sel dalam tubuh kita juga mengalami perubahan, hal yang sama juga berlaku untuk bintang-bintang di atas sana. Mereka berevolusi karena setiap detik dalam seluruh hidup mereka, selalu berlangsung tarikan gravitasi dan reaksi fusi.
Dulu waktu sekolah, kita udah mengenal macam-macam energi, salah satunya energi matahari.  para ilmuwan dikatakan kalo matahari kehilangan sekitar 160.000.000.000.000 ton dari  seluruh komposisinya setiap tahun karena reaksi fusi itu.
Fyi, kalo misal suatu saat anak lo nanya kenapa bintang bersinar, please jangan jawab “Udah dari sononya.”
Jawaban itu mengubur semua rasa ingin tahu anak. Dari yang gue pahami di buku The Little Prince, dibilang kalo orang dewasa adalah orang-orang yang paling sering menghancurkan semua rasa keingintahuan anak.

Jawablah pertanyaan anak lo sehingga dia bisa mikir, mikir, mikir, dan nyari tahu kelanjutannya atas dasar bimbingan lo.
Singkatnya gini, bintang bersinar karena satu alasan dasar, yakni reaksi fusi. (Sebelumnya silahkan lo cari tau sendiri suhu inti matahari berapa)

Bayangin, gimana dua inti atom bisa bergabung dan membentuk inti atom yang baru. Inti atom lo, yah, ikatan nulirnya kuat banget, tuh. Nah, reaksi fusi yang membentuk inti atom baru itulah yang akan melepaskan energ, dan membuat bintang bersinar.
Buat yang waktu SMA pernah sekolah jurusan IPA, masih ingat sama Hidrogen? Hidrogen (nomor atomnya satu) adalah unsur yang paling melimpah ruah di alam semesta sekaligus menjadi bahan utama dalam reaksi fusi. Gue jelasin dikit, deh, ya.
Kalo dalam teori termodinamika (yaelah gue sok-sok-an ngomong termodinamika wkwkwkkw), suhu bukan lagi dinyatakan sebagai derajat panas atau dinginnya suatu zat, tapi suhu menyatakan energi kinetik rata-rata yang dimiliki oleh suatu zat.  Kalo suhunya tinggi, berarti energi kinetik rata-ratanya juga gede, karena atom-atom dalam zat itu bergerak dengan kecepatan yang besar. Sama kayak tekanan juga, makin besar tekanan yang dialami suatu zat, maka semakin rapatlah partikel-partikel penyusunnya, sehingga jarak antar nucleus atom juga bakal makin dekat (sok-sok-an ilmiah banget, fau).
Kalo sepengetahuan otak cetek gue, sih, supaya reaksi fusi itu terjadi, dua buah atom yang nucleusnya deket-deketan tadi harus mampu menghancurkan gaya tolak-menolak antar keduanya. Ya, inti atom ketemu inti atom (sama tuh kayak kutub utara ketemu ama kutub utara, apa hasilnya? Tolak menolak, kan?)
Nah, sama kayak inti atom ketemu inti atom. Positif ketemu positif ya tolak menolak juga, kan?
Karena tadi jarak antar atom makin rapat (karena tekanannya yang makin besar) maka gaya tolak-menolaknya juga bakal makin besar. Tapi, karena sangking deketnya mereka, mepet bangetttt, kalo kata Fritz Houtermans (kalo nggak salah dia ini orang Jerman yang meniti karir di bidang fisika nuklir) mepetnya sekitar satu per satu triliyun millimeter (0,00000000000001 milimeter), maka gaya nuklirnya bisa menghancurkan gaya tolak menolak tersebut. Ending-nya kedua inti atom hidrogen terikat, dan terbentuklah helium.
Terus ntar kalo anak lo nanya, “Terus habis itu gimana ceritanya?”
Jangan lo nyuruh gue buat nulisin jawabannya di sini. Silahkan lo cari sendiri, betapa matahari dan bintang-bintang di sana hidup dalam tekanan yang sangat besar sepanjang waktu.
Kalo udah kayak gini, gue tiba-tiba inget sama astrofisikawan yang mahsyur banget di abad 21, Neil deGrasse Tyson. Dialah sosok yang membuat gue jatuh cinta sejatuh-jatuh-jatuhnya sama astrofisika.
Di tahun 2012, dia sempat diliput wawancara sama seorang redaksi majalah Amerika. Nah, si redaksi ini nanya “What is the most astounding fact you can share with us about universe?”
Gue, sebagai orang awam yang pertama kali liat videonya, malah nge-pause dulu. Terus gue mikir, “Kira-kira apa, ya?”
Gue sempat mikir jangan-jangan beneran ada alien. Atau ada planet lain yang bener-bener bisa ditempati selain bumi. Atau bakal ada meteor yang begerak dengan kecepataan jutaan mil/detik mengarah ke bumi.
Tapi, ternyata semu zonk. Dugaan gue tidak berteori, hipotesis tidak terbukti.
Dan lo tau, jawaban macam apa yang dikasih sama Tyson?
“The most astounding fact is the knowledge that the atoms that comprise life on Earth, the atoms that make up the human body, are traceable to the crucibles that cooked light elements into heavy elements in their core under extreme temperatures and pressures. 
These stars, the high mass ones among them, went unstable in their later years. They collapsed and then exploded, scattering their enriched guts across the galaxy. Guts made of carbon, nitrogen, oxygen and all the fundamental ingredients of life itself.
These ingredients become part of gas clouds that condense, collapse, form the next generation of solar systems, stars with orbiting planets. And those planets now have the ingredients for life itself. 
So that when I look up at the night sky and I know that yes, we are part of this universe, we are in this universe, but perhaps more important than both of those facts is that the universe is in us. When I reflect on that fact, I look up—many people feel small because they’re small and the universe is big—but I feel big, because my atoms came from those stars.
There’s a level of connectivity. That’s really what you want in life, you want to feel connected, you want to feel relevant, you want to feel like you’re a participant in the goings-on of activities and events around you. That’s precisely what we are, just by being alive.”
Dan, ya… fakta itu yang bikin mata gue berkaca-kaca. Fakta itu yang bikin gue ngerasa kalo selama ini gue nggak sendirian. Ya… Ya… Ya… That is the most beautiful poetry and the most astounding fact that I never know yet; since I love my universe.
Untuk sejenak, lupakan DNA kita, lupakan golongan darah kita, lupakan warna kulit kita, lupakan perbedaan itu semua. Karena pada inti akhirnya, tubuh kita tersusun atas atom-atom yang sama. Kalo kata Carl Sagan, “The Nitrogen in our DNA, the Calcium in our teeth, the Iron in our blood, the Carbon in our apple pies. We’re made in the interiors of collapsing stars. We are made of star stuff.”
Kalo kata Nikita Gill, sih “We have Calcium in our bones, Iron in our veins, Carbon in our souls, and Nitrogen in our brains. 93 percent stardust, with souls made of flames, we are all just stars that have people names.”
Biar lo bisa ngerti kenapa bintang-bintang itu akhirnya meledak, kenapa meledak, dan apa yang tersisa setelah dia meledak, silahkan lo cari tau jawabannya sendiri, ya. Gue saranin lo buka National Geographic Channel di Platform Youtube. 
Dan, tau nggak, sih, ada seorang author, namanya Emery Allen (Btw si Nikita Gill juga author, lho ya) yang ngasih penjelasan kenapa kita bisa merasa cocok dan click dengan seseorang. Jawabannya, sih kagak ada teorinya sama sekali, tapi puitis bangettt. “I feel like a part of my soul has loved you since the beginning of everything. Maybe we’re from the same star.”
Pada ending-nya gue sadar, bahwa tubuh gue, tubuh lo, hewan-hewan, tumbuhan and all living things, memiliki kompenen yang datang dari atom yang sama dengan bintang-bintang di atas sana.
Kalo Neil deGrasse Tyson bilang, “When I reflect on that fact, I look up—many people feel small because they’re small and the universe is big—but I feel big, because my atoms came from those stars.”
Gue bilang, When I reflect on that fact, I look up—many people think every single one of us is different because we’re different. But I realizeI and everything in the universe came from the same constituent material, it’s certainly that all of us came from the one creator.”

Maha Benar Allah atas Segala Firman-Nya.
“Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Alkitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. Dan Kami turunkan (anzalnaa) besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia, (supaya mereka mempergunakan besi itu) dan supaya Allah mengetahui siapa yang menolong (agama)-Nya dan rasul-rasul-Nya, padahal Allah tidak dilihatnya. Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa.” (Al-Hadid : 25)
“Demi langit dan yang datang pada malam hari, tahukah kamu apakah yang datang pada malam hari, yaitu bintang yang cahayanya menembus.” (Ath Thaariq: 1-3)
“Dan Dialah yang menjadikan bintang-bintang bagimu, agar kamu menjadikannya petunjuk dalam kegelapan di darat dan di laut. Sesungguhnya Kami telah menjelaskan tanda-tanda kebesaran (Kami) kepada orang-orang yang mengetahui.” (Al An’aam: 97)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Aku dan Egoku

A for Awesome ULM

Kilas Balik 2020